Pada
Era ini, bahan bakar di bumi ini semakin lama semakin menipis, energi
fosil yang telah menjadi kebutuhan dunia sudah tidak mampu memenuhi
kebutuhan manusia, terutama minyak bumi yang di konversi menjadi bensin
sudah terbilang cukup langka, jadi kita sebagai manusia harus
menindaklanjuti sebelum semuanya terlambat, energi alternatif sangat
dibutuhkan ketika cadangan energi fosil di bumi sudah habis. salah satu
upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mempertimbangkan energi
alternatif seperti BioEtanol.
Bioetanol
adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana
memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. DiIndonesia,
minyak bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena
bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini
dan sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk
menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar karbohidrat
tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu,
jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu. Banyaknya variasi tumbuhan
yang tersedia memungkinkan kita lebih leluasa memilih jenis yang sesuai
dengan kondisi tanah yang ada. Sebagai contoh ubi kayu dapat tumbuh di
tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
penyakit dan dapat diatur waktu panennya. Namun kadar patinya yang hanya
30 persen, masih lebih rendah dibandingkan dengan jagung (70 persen)
dan tebu (55 persen) sehingga bioetanol yang dihasilkan jumlahnya pun
lebih sedikit. Biaya produksi bioetanol tergolong murah karena sumber
bahan bakunya merupakan limbah pertanian atau produk pertanian yang
nilai ekonomisnya rendah serta berasal dari hasil pertanian budidaya
tanaman pekarangan (hortikultura) yang dapat diambil dengan mudah.
Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah.
Bahan
bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama dengan
yang ditemukan pada minuman beralkohol dengan penggunaan sebagai bahan
bakar. Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga
menjadi biofuel. Produksi etanol dunia untuk bahan bakar transportasi
meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7 tahun, dari 17 miliar liter
pada tahun 2000 menjadi 52 miliar liter pada tahun 2007. Dari tahun 2007
ke 2008, komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah
meningkat dari 3.7% menjadi 5.4%. Pada tahun 2010, produksi etanol
dunia mencapai angka 22,95 miliar galon AS (86,9 miliar liter), dengan
Amerika Serikat sendiri memproduksi 13,2 miliar galon AS, atau 57,5%
dari total produksi dunia. Etanol mempunyai nilai "ekuivalensi galon
bensin" sebesar 1.500 galon AS.
Etanol
digunakan secara luas di Brasil dan Amerika Serikat. Kedua negara ini
memproduksi 88% dari seluruh jumlah bahan bakar etanol yang diproduksi
di dunia. Kebanyakan mobil-mobil yang beredar di Amerika Serikat saat
ini dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol sampai 10%,[3]
dan penggunaan bensin etanol 10% malah diwajibkan di beberapa kota dan
negara bagian AS. Sejak tahun 1976, pemerintah Brasil telah mewajibkan
penggunaan bensin yang dicampur dengan etanol, dan sejak tahun 2007,
campuran yang legal adalah berkisar 25% etanol dan 75% bensin (E25). Di
bulan Desember 2010 Brasil sudah mempunyai 12 juta kendaraan dan truk
ringan bahan bakar fleksibel dan lebih dari 500 ribu sepeda motor yang
dapat menggunakan bahan bakar etanol murni (E100).
Bioethanol
adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari
tumbuhan. Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya
tebu, kentang, singkong, dan jagung. Telah muncul perdebatan, apakah
bioetanol ini nantinya akan menggantikan bensin yang ada saat ini.
Kekhawatiran mengenai produksi dan adanya kemungkinan naiknya harga
makanan yang disebabkan karena dibutuhkan lahan yang sangat besar,
ditambah lagi energi dan polusi yang dihasilkan dari keseluruhan
produksi etanol, terutama tanaman jagung. Pengembangan terbaru dengan
munculnya komersialisasi dan produksi etanol selulosa mungkin dapat
memecahkan sedikit masalah.
Etanol
selulosa menawarkan prospek yang menjanjikan karena serat selulosa,
komponen utama pada dinding sel di semua tumbuhan, dapat digunakan untuk
memproduksi etanol. Menurut Badan Energi Internasional etanol selulosa
dapat menyumbangkan perannya lebih besar pada masa mendatang.
Lalu
bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut
Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan
Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per
hari.
- Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
- Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku
- Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100"C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
- Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati
- Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
- Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32"C dan pH 4,5—5,5.
- Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol
- Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
- Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78"C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
- Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100"C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 lifer bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek
0 comments:
Post a Comment